Sabtu, 03 November 2018

Tantrum Ini, Membunuhku???

Alhamdulillah, bisa kembali ke blog setelah lewat 3 hari di awal bulan November ini. Baru tiga hari saja sudah pengen mencurahkan berbagai rasa atas segala yang sudah terjadi belakangan ini, hihiHi, lebay yaaah 🤣. Yang sangat ingin saya ceritakan di mari, yaitu tentang tantrum yang dialami si kakak Valide tengah malam pada tanggal 2 November kemarin.

         Bukan hal baru jika kakak Valide tantrum, bahkan sudah sering dan tak terhitung jumlahnya. Bagi saya, sebagai seorang ibu, memang sudah kebal kuping serta raga dengan ngambekan, tangisan, teriakan, sampai perbuatan fisik (misal ditendang) yang kakak Valide lakukan. Ketika anak tantrum, yang harus dikedepankan orangtua adalah ketenangan plus "kewarasan", jangan tanya teori parenting yang sudah dibaca yah, karena dijamin mental tanpa adanya "kewarasan".

         Kenapa anak tantrum? Karena ada satu atau berbagai keinginan anak yang tidak dipenuhi orangtua dengan alasan yang baik, hanya saja si bocah belum mengerti. Ini definisi saya saja sih, tapi memang intinya itu. Kalau sudah tantrum, pasti si anak ada penolakan terhadap sikap orangtua yang mem-block keinginannya. Jadi, bagi saya, akan sia-sia kalau di saat itu orangtua langsung memberi arahan kepada anak untuk diam dari tantrum sebab si anak sudah melakukan penolakan terlebih dahulu. Terus masa anak tantrum dibiarkan saja siiih ngamuk-ngamuk gitu? Iya, bahasanya diberi waktu untuk anak meluapkan emosinya, selama dia tidak melukai orang sekitar. Setelah diberi waktu, sedikit demi sedikit orangtua bisa membujuk, memeluk, memberi arahan dengan santai, dan memulai komunikasi dengan si anak. Walaupun tidak 100% berjalan mulus atau langsung berhasil diam yah si anak, bisa lebih keras jeritannya? Yah mungkin saja, tergantung Allah dalam menguji kesabaran si orangtua 😊😊😉. Akan tetapi, seberapa lama atau seberapa parah tantrum yang dialami anak, asalkan ada sikap tenang dari ortu, in sya Allah semua akan berakhir dengan bahagia. #tsaaaah🙈😸

         Sudah cukup teorinya yah, saya akan ceritakan sebuah kegagalan menangani tantrum anak yang dilakukan oleh saya dan suami terhadap sikap kakak Valide. Kakak Valide, usia 27m, memang paling sulit diajak tidur, entah itu tidur malam atau tidur siang, apalagi jika dia belum ngantuk dan masih ingin main. Mendisiplinkan waktu tidur si kakak penting bagi saya karena itu bisa memengaruhi emosi dia serta saya seharian. Selain itu, kegiatan pun menjadi lebih teratur, diawali dengan disiplin waktu tidur.

         Alkisah nyata, sudah beberapa hari selepas suami saya pulang kerja, si kakak Valide lebih banyak menonton video lagu lewat gadget bareng ayahnya. Kegiatan itu berakhir sampai keduanya ketiduran, yang pertama kali tertidur, si ayah pastinya. Pada awalnya, saya tidak masalah karena semua berjalan baik-baik saja dan saya lebih fokus ke adik bayi. Kondisi baik-baik saja berubah menjadi tantrum super saat gadget mati dan tidak ada acara nonton lagu sebelum tidur lagi. Si ayah yang sudah kecapekan kerja, sudah angkat tangan dan bisa tidur di tengah anak yang ngambek tersebut. Saya bujuk si kakak untuk tidur sambil saya gendong terlebih dahulu. Oke, si kakak setuju, 5-10 menit saya gendong, si kakak belum juga ada tanda ngantuk, kondisi saya saat itu sudah capek seharian aktivitas bareng anak-anak plus pegel dong gendong si kaka yang bukan bayi lagi. Saya tawarkan untuk tiduran sambil saya usap punggungnya, biasanya kalau kakak sudah ngantuk itu berhasil membuatnya tidur, eeeh kali itu, dia menolak, dan mulailah teriak, menangis, yaaah tantrum.

         Oke teori penanganan tantrum ala saya dijalankan. Mulai dari dibiarkan si kakak meluapkan emosinya beberapa menit, eeeh tapi kemarin itu lebih dari 15 menit dia nangis teriak-teriak. Yang saat itu saya capek sekaligus kesel liat si ayah yang santai aja tidur di tengah teriakan anaknya, saya mulai emosi sambil agak berteriak ke si kakak untuk diam. Inilah poin pertama kegagalan mengatasi tantrum: ketidaktenangan orangtua. Sekitar 30 menit atau lebih si kakak tantrum dengan sangat mengganggu telinga (si kakak memang juaranya menjerit 😑) saya bangunkan paksa si ayah untuk ikut membantu mengatasi kakak, terlebih lagi, dia mulai mengarah kakinya ke si adek bayi yang anteng tidur. Si ayah pun bangun dan ikut memenangkan, tapi tak berhasil, Si ayah pun mendiamkan sikap tantrum kakak beberapa menit, tapi tidak ada tanda-tanda si kakak bakal diam 😣. Mulailah suami saya angkat si kakak, digendong sambil dibawa ke kamar mandi yang gelap. Deg-deg-deg saya pun ikut berasa campur aduk apa yang akan terjadi selanjutnya. Hanya beberapa detik saja si kakak dibiarkan sendirian di kamar mandi gelap makin menjadi-jadilah tangisannya: petjaaaaaah!!!!praaaang!!! Kemudian digendong lagi dan diberi arahan untuk diam si kakak sama ayahnya. Duuuuh, hati saya pun ikut sedih. Ternyata si ayah juga merasa bersalah melihat maka Valide sesunggukan memeluk saya dan beneran sudah capek ingin tidur. Saya dan suami memeluk si kakak sambil minta maaf...duuuuh syediiih 😭😭😭. Tidak sampai 5 menit kakak Valide sudah tidur dengan membawa sisa air mata, apalagi saya, saya masih ga tahan menangis sambil memeluk si kakak. Si ayah pun terus mencium kepala dan tangan Kakak Valide, sampai sulit tidur si ayah.

         Penanganan tantrum mudah secara teori, dan sulit dalam aplikasi apalagi tanpa adanya ketenangan orangtua. Ketenangan orangtua pun dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya, rasa lelah beraktivitas, emosi dengan pasangan, dan lain sebagainya. Dari kejadian tersebut, saya dan suami instropeksi diri, jika tantrum sulit ditangani, maka cegahlah pencetus tantrum. Dalam kejadian si kaka Valide, pencetusnya adalah nonton gadget  sebelum tidur, akhirnya saya dan suami membuat kesepakatan NO gadget sebelum tidur. Semoga Allah memudahkan kami selaku orangtua untuk memberikan pendidikan hidup yang baik dan tepat kepada anak-anak kami.

Demikian dulu cerita panjang saya, mudah-mudahan bisa dipetik pelajarannya.


Tantrum?? Don't Worry ❤️❤️❤️❤️






@ruang
4 Nov'18_ 09.14
Ditemani adek yang kecapekan nenen